Sunday, March 11, 2012

Merawat Kain Songket Palembang

Bila Anda memiliki kain songket(temukan disini Jual Songket & Jual Kain),sudah sepatutnyalah Anda pelihara. Di bawah ini tips singkat untuk perawatannya :

1. Kain Songket dianjurkan untuk tidak dicuci supaya benangnya tidak rusak. Namun, apabila Anda harus mencuci Kain Songket Palembang atau Kain Tenun Palembang, cucilah dengan memakai pelembut saja dan cukup dibilas kemudian dianginkan-anginkan. Jangan di-dry cleaned, di-laundry atau dijemur di bawah sinar matahari langsung.

2. Sebaiknya setelah Anda memakainya, kain dianginkan-anginkan sebelum disimpan.


3. Dalam penyimpanannya, Kain Songket Palembang atau Kain Tenun Palembang jangan dilipat agar sulaman tidak rusak. Kain digulung seperti karpet dengan menggunakan paralon atau karton, sebelumnya terlebih dahulu dilapisi dengan kertas minyak atau kertas roti, memakai kertas koran tidak dianjurkan. Masukkan akar wangi supaya kain tidak menjadi bau.



4. Kain Songket yang telah digulung kemudian dibungkus dengan plastik atau tabung kertas. Disimpan dalam lemari dalam posisi berdiri atau miring(cek disini Jual Songket & Jual Kain). Lemari diberi kamper atau ditaburkan sedikit lada atau cengkeh agar rayap, ngengat dan semut tidak berani mendekat.


5. Keluarkan kain Songket dari penyimpanan sebulan sekali untuk dianginkan-anginkan apabila kain Tenun Tradisional atau Tenun Palembang sudah lama tidak dipakai.

Songket Pink



Kain Selendang


Kain Songket


Selendang + Kain = Rp1.500.000,00

Songket Cokelat Tua





Selendang Songket


Kain Songket

Selendang + Kain = Rp1.500.000,00

Saturday, March 10, 2012

Friday, March 9, 2012

Songket Warisan Budaya Kerajaan Sriwijaya


Video singkat mengenai songket yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya yang dipublikasikan oleh Indonesiaproud melalui youtube.

"Kita sebagai orang Indonesia hendak bangga, atas keberagaman dan kekayaan budaya. Termasuk songket, sebuh warisan budaya yang sudah berabad-abad lamanya."

Thursday, March 8, 2012

Proses Tenunan Songket



Kek Tenun
Bahan dan Alat

Benang dan pewarna ialah bahannya. Alatnya pula terdiri daripada kek tenunan, kek mengarat, rahak, peleting buluh (bobbin), lidi daun kelapa, papan gulung, anak kayu, dua belira, sikat dan jentera, jarum culik, batang anak kayu, kayu karat, benang losen, lidi nibung atau buluh, benang batang bunga songket, darwin pakan, darwin benang emas, cuban, torak pakan, torak benang emas dan sumbi.

Teknik dan Proses

Setelah benang dibersihkan dan dimasukkan ke dalam pencelup warna, ia dibilas dengan air dan dijemur hingga kering. Lapan proses lagi yang terlibat sebelum sesuatu tenunan boleh disiapkan ialah melerai, menganing, menggulung, menyampuk, menghubung, mengarak, menyolek dan menenun.

1. Melerai

Benang yang telah kering dimasukkan ke dalam sejenis alat yang bernama rahak untuk diputarkan pada satu alat yang bernama peleting. Proses ini dipanggil melerai. Terdapat dua jenis rahak, iaitu darwin pakan dan darwin emas. Darwin pakan digunakan untuk benang pakan sahaja. Ia diperbuat daripada buluh dan tali atau rotan. Darwin emas pula digunakan untuk benang emas sahaja dan diperbuat daripada kayu atau dawai kerana benang emas kasar dan berat.

2. Menganing

Benang yang telah menjalani proses melerai dimasukkan ke dalam alat menganing untuk menentukan ukuran panjang benang yang hendak dimuatkan pada alat ini. Biasanya segulung benang pakan atau seloseng yang berukuran 26 - 31 m boleh menghasilkan 12 - 14 helai kain.

3. Menggulung

Benang yang telah dianing akan digulung pada papan gulung mengikut lebar gigi jentera dan panjang losen pada papan gulung yang hendak dipasung. Losen ialah benang yang memanjang pada kek. Kedudukan benang perlu diperiksa setiap tiga kali menggulung untuk memastikan susunan kemas.

4. Menyampuk

Menyampuk ialah proses memasukkan benang losen ke dalam gigi jentera atau sikat. Biasanya, proses ini dilakukan di dalam kek mengarak supaya senang untuk menyampuk benang kepada jentera. Setiap lubang sikat disusukan dua urat benang losen. Pada kedua belah hujung sikat itu disusukkan empat urat benang supaya tepi kain tidak terkoyak apabila disangkutkan pada kayu sumbi kain. Sumbi kain ialah sebatang anak kayu yang mempunyai paku di kedua-dua belah hujungnya. Sumbi kain menjaga tepi kain tenun supaya sama jarak dan tidak berkedut.

5. Menghubung

Menghubung ialah proses menyambungkan benang daripada losen kepada benang yang tertinggal pada jentera. Cara ikatannya dipanggil ubung tindas. Proses ini bertujuan menyambungkan benang losen untuk menenun. Meja kecil dinamakan meja hidangan berukuran 10 cm panjang, 8 cm lebar dan 20 cm digunakan untuk menghubung.

6. Mengarak

Kerja mengarak dilakukan setelah selesai proses menyampuk. Mengarak dilakukan dengan melilit benang asing atau benang karat kepada kayu karat, termasuk benang losen. Jumlah karat yang digunakan biasanya hanya dua karat dan setiap karat mempunyai empat batang anak kayu.

7. Menyolek

Kerja menyolek bunga merupakan kerja yang paling rumit dalam proses menenun kain songket. Cara menyolek reka corak adalah dengan menyusulkan lidi-lidi buluh pada benang losen yang dikehendaki. Biasanya kain songket ditenun dengan teknik tekat tiga atau tekat lima. Jika menggunakan tekat lima, setiap lima unit benang losen, satu benang alas ditolak ke bawah dan benang-benang alas ini disengkang pula dengan belira. Setelah benang losen berada di atas, barulah kamu boleh menyolek dalam pelbagai corak pada benang losen dengan menggunakan lidi buluh. Belira dimasukkan pada setiap lidi buluh tadi mengikut giliran. Belira ditegakkan untuk menyenangkan ikatan benang butang. Butang-butang inilah yang akan menjadikan corak atau motif bunga di atas kain songket. Apabila selesai proses menyongket, benang losen bersama karat-karatnya ditukar ke kek tenun untuk ditenun agar menjadi kain songket.

8. Menenun

Menenun adalah proses terakhir, iaitu benang losen dipangkah oleh benang pakan untuk dijadikan kain. Bagi kain songket bercorak penuh, benang emas dilayarkan melalui torak benang emas untuk menghasilkan sulaman motif bunga atau hiasan reka corak penuh. Bagi kain songket corak melintang atau corak bunga bertabur, benang emas dilayarkan melalui cubaan untuk mendapatkan motif-motif yang dikehendaki. Lazimnya selepas satu benang emas dilayarkan, ia dikepuh (beat) dan diikuti pula dengan melayarkan dua benang pakan. Penenun akan menukarkan benang butang mengikut giliran dan corak yang telah ditentukan. Proses ini diulangi sehingga menghasilkan sehelai kain songket.

sumber: Pendidikan Seni Visual: Proses Tenunan Songket

Sejarah Songket


Sejarah dan Perkembangan Kain Songket 
Palembang memiliki sejarah yang panjang, mulai dari kejayaan kerajaan Sriwijaya sampai Kesultanan Palembang Darussalam.
Kerajaan Sriwijaya pada masa kejayaannya sekitar abad ke 7 Masehi menjadi cikal bakal kota yang terletak di tepian sungai Musi ini. Banyak peninggalan tak ternilai berasal dari kerajaan terkenal itu, salah satunya adalah budaya wastra (kain) yang indah, songket. Keberadaan kain songket menunjukan sebuah tingkat kebudayaan yang tinggi, sebab dalam kain ini tersimpan berbagai hal seperti bahan yang digunakan, cara pengerjaan, makna yang terkandung di dalamnya sekaligus cara penggunaanya dan tingkatan orang yang memakainya.

 Keberadaan kain songket Palembang merupakan salah satu bukti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang mampu penguasai perdagangan di Selat Malaka pada zamannya.
Para ahli sejarah mengatakan bahwa kerajaan Sriwijaya sekitar abad XI setelah runtuhnya kerajaan Melayu memegang hegemoni perdagangan laut dengan luar negeri, diantara negara yang mempunyai hubungan dagang dengan kerajaan Sriwijaya adalah India, Cina, Arab dll. Keberadaan hegemoni perdagangan ini menunjukan sebuah kebesaran kerajaan maritim di nusantara pada masa itu. Keadaan geografis yang berada di lalu lintas antara jalur perdagangan Cina dan India membuat kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim dan perdagangan internasional.

 Gemerlap warna dan kilauan emas yang terpancar pada kain tenun ini, memberikan nilai tersendiri dan menunjukan sebuah kebesaran dari orang-orang yang membuat kain songket. Apabila kita melihat rangkaian benang yang tersusun dan teranyam rapih lewat pola simetris, menunjukan bahwa kain ini dibuat dengan keterampilan masyarakat yang memahami berbagai cara untuk membuat kain bermutu, yang sekaligus mampu menghias kain dengan beragam desain. Kemampuan ini tidak semua orang mampu mengerjakannya, keahlian dan ketelitian mutlak diperlukan untuk membuat sebuah kain songket. Pengetahuan ini biasanya diperoleh dengan cara turun temurun dari generasi ke generasi selanjutnya.


Menurut para ahli sejarah, seperti dikutip oleh Agung S dari Team Peneliti ITT Bandung dalam bukunya yang berjudul “Pengetahuan Barang Tekstil” ( 1977:209 ), mengatakan bahwa sejak zaman Neolithikum, di Indonesia sudah mengenal cara membuat pakaian. Dari alat-alat peninggalan zaman Neolithikum tersebut dapat diketahui bahwa kulit kayu merupakan pakaian manusia pada zaman prasejarah di Indonesia. Alat yang digunakan adalah alat pemukul kulit kayu yang dibuat dari batu,seperti yang terdapat pada koleksi Museum Pusat Jakarta. Disamping pakaian dari kulit kayu, dikenal juga bahan pakaian dengan mengunakan kulit binatang yang pada umumnya dipakai oleh laki–laki sebagai pakaian untuk upacara ataupun pakaian untuk perang. Sejak zaman prasejarah nenek moyang bangsa Indonesia juga sudah mengenal teknik menenun. Hal tersebut diperkuat dengan adanya penemuan tembikar dari zaman prasejarah yang didalamnya terdapat bentuk hiasan yang terbuat dari kain tenun kasar.

Kemakmuran dizaman itu terlihat dari adanya kerajaan Sriwijaya yang menghasilkan berbagai kain songket, dimana pada masa itu diperkirakan gemerlap warna kain songket untuk para pejabat kerajaan khususnya untuk raja di berikan sulaman berbahan emas. Sebagai kerajaan yang kaya dengan emas dan berbagai logam mulai lainnya, sebagian emas-emas tersebut dikirim kenegeri Siam (Thailand) untuk dijadikan benang emas yang kemudian dikirim kembali kekerajaan Sriwijaya, oleh para perajin benang emas tersebut ditenun dengan menggunakan benang sutra berwarna yang pada masa itu diimpor dari Siam (Thailand), India dan Tiongkok (Cina).
Perdagangan internasional membawa pengaruh besar dalam hal pengolahan kain songket terutama dalam memadukan bahan yang akan digunakan sebagai kain songket. Kain Songket untuk Raja dan kelurganya tentu memerlukan bahan dan pengerjaan yang lebih, benang sutra yang dilapisi emas menjadi bahan yang menonjol dalam pembuatanya, sehingga menghasilkan sebuah kain songket gemerlap, yang menunjukan sebuah kebesaran dan kekayaan yang tidak terhingga.

 Hubungan dagang internasional itu mengantarkan kerajaan Sriwijaya kepada kerajaan yang terbuka terhadap pengaruh dari luar, adanya hubungan dagang dengan Negara tetangga secara tidak langsung mempengaruhi kebdayaan setempat. Sebagai akibat dari adanya pertukaran barang dalam perdagangan telah mempengaruhi corak atau motif kain songket yang dihasilkan didaerah Palembang. Banyaknya pengaruh kesenian yang dibawa oleh para pedagang tersebut yang diantaranya berasal dari Timur Tengah dan Tiongkok (Cina) mempengaruhi motif dalam desain kain songket Palembang. Salah satunya adalah agama Islam yang dibawa oleh pedagang dari Timur tengah, walaupun dalam kesenian Islam tidak diperbolehkan mewujudkan mahluk hidup, tetapi didalam desain kain songket tampak dibuat binatang binatang tertentu. Seperti misalnya berbagai jenis burung, reptilia dan naga. Motif bunga manggis dalam desain kain songket juga terdapat pada relief-relief Candi Prambanan dari abad kesembilan dan kesepuluh, para ahli memperkirakan ada persamaan dengan motif yang ada dalam desain songket Palembang dan ini merupakan bukti peninggalan sejarah dari zaman Hindu di Indonesia yang terdapat dalam desain kain songket Palembang hingga saat ini.


Setelah melemahnya kerajaan-kerajaan di nusantara khususnya di Palembang dan datangnya penjajahan Belanda, telah terjadi perubahan pada struktur kehidupan masyarakat sampai menjelang Perang Dunia II, keberadaan kain songket sempat mengalami kemunduran karena sulitnya bahan baku yang diperlukan. Namun, keberadaan kain songket yang merupakan peninggalan sejarah bangsa Indonesia masih tetap dipertahankan terutama karena masih mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat. Bertahannya kain songket ini, selain memiliki bentuk yang indah juga memiliki nilai-nilai historis yang panjang dalam sejarah bangsa ini, kebesaran kerajaan Sriwijaya tidak akan terlepas dari keberadaan kain songket. Keberadaan kain songket ini telah ikut membesarkan kerajaan Sriwijaya melalui sebuah perdagangan internasional.


Perginya Belanda dari tanah nusantara dan datangnya penjajahan Jepang dan masa Revolusi sampai dengan tahun 1950, terus menghantarkan kerajinan kain songket pada titik yang menghawatirkan karena sulitnya mendapatkan bahan baku dan pemasaran hasil produksi songket tersebut. Pada masa penjajahan Jepang, Indonesia mengalami pemerasan sehingga bahan baku yang digunakan untuk membuat kain songket sangat sulit diperoleh. Menjelang tahun 1950 dan sesudahnya, kerajinan kain songket sudah mulai diusahakan kembali secara keci-kecilan dengan cara mencabut kembali benang emas dan benang perak dari tenunan kain songket yang lama (yang sudah tidak dipakai lagi) karena kain sutera sebagai dasarnya sudah lapuk untuk mendapatkan tenunan kain songket yang baru, keadaan ini berlangsung hingga tahun 1966.
Barulah sekitar tahun 1966 (akhir), usaha kerajinan songket mulai banyak dikerjakan lagi oleh para perajin kain songket seperti masa-masa lampau dengan banyaknya benang-benang sutera impor yang datang dari luar negeri, seperti Cina dan Taiwan melalui pedagang-pedagang dari Singapura dan benang-benang emas dari India, Perancis, Jepang dan Jerman. Kain songket Palembang telah banyak mengalami jatuh bangun dalam usahanya mempertahankan peninggalan kebudayaan masa lampau. Namun tetap bertahan hingga saat sekarang ini. Keberadaan kain songket ini, merupakan salah satu aset bangsa yang sangat besar dan harus dijaga dengan baik keberadaanya. Kain songket ini telah menjadi ciri khas dari kota Palembang dan merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sangat kaya akan peninggalan dan kebudayaan baik dalam bentuk kain maupun yang lainnya.